Lebaran 2022 Ini Pelampiasan Rindu Yang Tertahan

Ramadan masih hari kedua, tiket kereta online sudah terkirim ke emailku, hasil berburu di website resmi KAI tengah malam ini. Hati tenang, membayangkan tahun ini lebaran bisa mudik, ke kampung.

Seumur hidup, baru pada masa pandemi covid19 berturut-turut 2020 dan 2021, aku tidak pulang kampung. Tidak hanya aku sih, seluruh masyarakat Indonesia juga mengalaminya, sehingga tidak merasa ngenes sendirian.

Pada kalender, lebaran jatuh pada hari Senin tanggal 2 Mei 2022. Berarti tanggal 29 April merupakan puncak arus mudik. Awalnya aku sudah kehabisan tiket kereta jurusan Jakarta – Malang dari Gambir. Namun beruntung masih kebagian, walau harus transit Jakarta – Bandung lanjut naik Parahyangan kereta jurusan Bandung-Malang.

Sejak pemerintah memberi kesempatan untuk mudik lebaran 1443H, bahkan memberi cuti bersama selama empat hari, tiket kendaraan apapun langsung habis. https://www.youtube.com/watch?v=YO5A0h0gBes

Euforia mudik tahun 2022 ini menjangkiti hampir 30% penduduk Indonesia. Suka cita menyambut lebaran semakin terasa sejak pertengahan Ramadan. Di terminal bus Pulo Gadung, stasiun kereta Gambir dan Pasar Senin, jumlah penumpang arah ke provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai bertambah.

Terlebih empat hari sebelum lebaran. Mobil berplat nomor luar kota, mulai memadati jalan-jalan di kotaku yang menimbulkan kemacetan. Macetnya kota besar pindah ke kota-kota kecil.

Menjelang berbuka, seluruh penjual makanan padat pembeli. Terutama warung makanan favorit yang khas, yaitu sate dan gule kambing, harus pesan, bahkan ada yang menggunakan kupon antrian.

Akhirnya lebaran tiba. Seluruh usaha dan penantian terbayar sudah. Kami bisa berkumpul dengan keluarga yang semakin besar, karena bertambah anggota keluarga dan buyut ibuku yang baru lahir. Kehadirannya menambah suka cita.

Salat Ied, seluruh keluargaku bebas memilih tempat. Aku bersama keponakanku memilih ke Mesjid Al Fattah yang terletak di kampungku. Baru kali ini sejak SD aku masuk kembali kesini, begitu masuk masjid hidungku mencium semerbak pengharum ruangan yang wangi.

Mesjid ini dulu biasa disebut Mesjid Putih, karena warna catnya yang putih. Di Mesjid Putih inilah dulu waktu SD aku bersama teman sekolah belajar sembahyang, sekaligus bermain kejar-kejaran.

Sekarang arsitektur masjid sangat megah. Renovasi besar-besaran dikerjakan selama beberapa tahun ini, dengan material mahal. Dinding marmer bercorak indah dan potongan yang unik menghiasi dinding kiri kanan mimbar. Perlu dicatat satu-satunya masjid di kotaku yang berlantai tiga dan memiliki lift ada di kampungku. https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6050571/pesona-kemegahan-masjid-al-fattah-tulungagung-dihiasi-kiswah-kabah

Sepulang dari masjid, tradisi keluargaku, mungkin tak beda dengan keluarga lain, berkumpul di rumah ibu untuk sungkeman pada ibu. Acara yang dinanti semua adalah berbagi uang lebaran.

Aroma rawon, bakso sapi dan sompil (lontong dengan sayur lodeh, ditaburi kecambah pendek dan bubuk kedelai), sudah menggoda. Selesai acara sungkeman, bergegas semua menuju meja makan, menyantap hidangan semampunya.

Lain daerah lain budaya, di tempatku ketupat ada satu minggu setelah lebaran. Makanan lebaran adalah sesuai persediaan, dan biasanya kami pesan, karena ibu sudah tidak mampu memasak.

Dua tahun vacum, dua kali lebaran terhalang pandemi, lebaran ini adalah pelampiasan kerinduan pada keluarga, suasana, tradisi dan momentum yang penuh makna. Semoga tahun depan bisa berkumpul di bulan Ramadan dan mudik seperti sekarang.

 

Tower Jasmine, Mei 2022

 

 

Leave a Comment